TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian tengah dirundung masalah setelah terungkapnya dugaan korupsi berupa penerimaan suap yang dilakukan oleh pejabat mereka. KPK telah menetapkan tersangka yang akan diumumkan saat penahanan.
"Ini jelas merupakan pengkhianatan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers virtual, Rabu, 3 Maret 2021.
Kasus ini pun kembali membuat remunerasi atau tunjangan di Ditjen Pajak yang tinggi menuai sorotan. Tempo merangkum beberapa fakta di dalamnya.
1. Tunjangan Tiap Bulan
Terakhir, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Ini adalah revisi dari Perpres Nomor 37 Tahun 2015.
Dalam Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa pegawai yang mempunyai jabatan di lingkungan Ditjen diberikan tunjangan kinerja setiap bulan.
2. 30 Persen Lebih Tinggi
Pemberian tunjangan ini dilakukan berdasarkan dua aspek yaitu kinerja organisasi dan kinerja pegawai. Nantinya, kedua kriteria akan digunakan untuk menghitung tunjangan yang dibayarkan.
Untuk nominal tunjangan sebenarnya masih mengacu pada Perpres 2015. Tapi dalam Perpres 2017, pasal 2 ayat 4 mengalami perubahan. Dalam beleid yang baru, tunjangan dapat diberikan 10 persen lebih rendah atau 30 persen lebih tinggi dari nominal di Perpres 2015.
"Dengan memperhatikan keadaan keuangan negara," demikian tertulis dalam pasal tersebut.